Kamis, 29 Maret 2012

Pengabdian Cinta Part 1


FILSAFAT JAWA

            Bumi berputar tiga ratus dejarat dari porosnya sehingga memposisikan matahari pada arah jam sepuluh pagi. Ku tunaikan shalat dluha di masjid yang tak jauh dari kampus. Searah ke kampus serta sambil menunggu waktu masuk kuliah. Akhlak tasawuf mata kuliah hari ini. Sangat sayang jika sampai tidak masuk.
Dalam jurusan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI) kami sangat senang menerima kuliah akhlaq tasawuf. Mata kuliah yang mungkin dijurusan lain suatu ajaran yang mengajarkan pemahaman beragama dengan sudut pandang tradisional. Misalnya zuhud. Secara tasawuf klasik zuhud adalah suatu paham untuk meninggalkan dunia, harta dan benda. Padahal fitrah manusia memerlukan itu semua. Namun dalam penjelasannya yang disesuaikan dengan cara berfikir mahasiswa, Pak Sulthoni menjelaskan dengan sudut pandang yang berbeda. Dengan bahasanya yang mudah kami pahami beliau menjelaskan panjang lebar.
            “ Mereka mengartikan zuhud sebagai ajaran yang membenci dunia, padahal secara fitrah manusia memerlukan dunia. Dunia dipandang sebagai sumber kotoran rohani, maka untuk mencapai kebersihan rohani, manusia tidak boleh terkotori dunia, apalagi memiliki/mencintai dunia. Tapi apa manusia bisa? Itu merupakan cara pandang yang klasik.” Jelas Pak Sultoni.
            “ Zuhud adalah sikap hidup seseorang yan tidak terikat pada dunia, dengan segala permasalahannya. Ia tidak ingin diikat, tetapi mengikat. Ia tidak ingin dikendalikan, tetapi mengendalikan, ia tidak ingin dikuasai tetapi menguasai dunia. Dalam analog zuhud ketika seseorang mengeluarkan segala keterikatan duniawi dari hatinya maka akan terbit cahaya Tuhan yang selama ini tertutup oleh benda-benda dunia.” Penjelasan yang sangat lugas dan gamblang kami terima.
           
Hal lain yang kami sukai dari kuliah ini adalah, beliau memberi bekal kepada kami bahwa walaupun kami kuliah di jurusan kependidikan yang dicetak menjadi guru kami tidak boleh terlalu berharap harus menjadi guru atau PNS. Banyak pekerjaan yang sudah disediakan Allah untuk kita. Lulusan kuliah bisa menjadi pengusaha, penulis, pengamat pendidikan, dan sebagainya.
            “Jika Anda hanya menginginkan untuk menjadi PNS dan Anda ternyata tidak bisa menjadi PNS maka Anda hanya akan mendapat kecewa. Namun apabila Anda memasrahkan semua pada Allah, pekerjaan apapun yang Anda dapatkan pasti membuat Anda puas. Apalagi jika semua itu Anda niatkan sebagai jalan ibadah pada Allah.” Pesan beliau..
            Pesan beliaulah yang membuat aku semangat meraih apa yang telah aku cita-citakan. Dari sana aku punya impian untuk menjadikan guru adalah pekerjaan sampingan. Ya guru sebagai pekerjaan sampingan. Bagiku guru bukan bentuk pekerjaan yang harus ku kerjakan. Namun guru adalah bentuk pengabdianku. Mengabdi menjadi guru tanpa mengharapkan gaji. Tahu sendiri berapa gaji guru wiyata setiap bulannya. Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jangankan guru wiyata, PNS saja gajinya belum bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Aku tak ada cita-cita menjadi PNS. Cita-citaku adalah bukan PNS tapi gaji lebih tinggi dari PNS. Menjadi pengusaha itulah cita-citaku. Sehingga ketika mengabdi menjadi guru aku tak memikirkan berapa gajinya. Namun berfikir apa yang bisa ku berikan untuk mendidik siswa.
            “ Sarjana itu tidak tepat jika menjadi penjual angkringan, tetapi sarjana itu lebih tepat jika menjadi juragan angkringan. “ ungkapku dalam hati.
            Sejak itulah aku mati-matian belajar wirausaha untuk mewujudkan cita-citaku. Menjadi pengusaha sukses sehingga bisa mendedikasikan hidup untuk pendidikan. Aku lebih sering pulang malam hanya untuk ngobrol dengan tukang asongan, tukang angkringan, dan penjual kaki lima lainnya. Setiap hari aku bergaul dengan mereka. Mengamati bagaiamana mereka berjualan, bertransaksi dengan pembeli, serta retorika yang mereka gunakan untuk menawarkan dagangannya. Tidak hanya itu, restoran yang besar juga menjadi objek pengamatanku.
            Selain itu aku juga suka iseng mengamati orang-orang yang sudah menjadi PNS. Bagaimana kehidupan mereka di masyarakat. Bagaimana perekonomian mereka. Bagaimana kinerja mereka. Dengan gaji dan ikatan yang mereka miliki bagaimana tanggung jawab itu mereka laksanakan.

********

            “ Sampean nak bener-bener pengen dodolan kudu modal cengkir ora setengah-setengah[1]. Kalau setengah-setengah mending tidak usah. Jualan itu harus siap untung dan harus siap juga rugi. Jualan itu kalau tidak untung yang rugi. ” nasehat salah satu penjual es degan yang aku ajak ngobrol masalah jualan. Dalam benakku saat itu masih bertanya apa itu cengkir?. Cengkir yang ada dalam pikiranku saat itu adalah kelapa yang masih sangat muda. Tapi ternyata bukan itu maksudnya. Setelah tak otak-atik ternyata itu adalah sebuah pepatah jawa cengkir yaitu kencenge pikir. Maksudnya kemantapan hati untuk melakukan segala sesuatu.
Orang Jawa memang banyak sekali filsafatnya dan sangat dalam maknanya. Saat salah satu warga akan  mendirikan rumah misalnya, biasanya di tiang penyangga rumah diikatkan buah kelapa, buah pisang beserta pohonnya, seuntai padi, sebatang tebu ireng, dan bendera merah putih. Aku bertanya pada kakek apa maksud dari semua itu.
“ Mbah, kenapa to saat akan mendirikan rumah kok di  tiangnya sering diikatkan buah kelapa, buah pisang beserta pohonnya, seuntai padi, sebatang tebu ireng, dan bendera merah putih ?” tanyaku pada kakek.
“ Begini lho Le, dalam berkeluarga seseorang itu minimal modalnya adalah cengkir, tebu, dilengkapi dengan padi dan pisang. Cengkir maksudnya kencenge pikir. Jadi dalam membina keluarga itu harus mampu mengunakan pikiran yang dewasa serta bijaksana. Setelah membina keluarga seseorang sudah bukan anak-anak atau remaja lagi yang hanya mengandalkan ego dan emosi diri tapi harus sudah bisa berfikir secara dewasa dan realistis.
Kemudian kalau tebu, berasal dari dua kata mantebe kalbu[2]. Teguhnya jiwa atau mental dalam menghimpun dan menjalankan bahtera keluarga. Siap menghadapi segala yang ada. Tidak cengeng dan mudah putus asa. Ketika seseorang berumah tangga atau berkeluarga harus siap menghadapi segala sesuatunya. Tidak hanya ingin enaknya saja tapi juga harus siap untuk bekerja keras. “ penjelasan kakek itu membuat aku bergumam dalam hati.
“ Benar juga ya, memang harus seperti itu bagi siapapun yang berencana membina keluarga atau rumah tangga. “
“ Makane sekarang itu banyak pasangan-pasangan yang sering bercerai karena bekal cengkir dan tebune kurang. Banyak pasangan muda yang kalau dilihat dari umur belum matang menikah dan ujungnya adalah perceraian. Mereka hanya seperti yang Mbah bilang tadi, pengen enaknya saja tanpa berfikir ke depan. Dilihat dari segi usia mereka masih terlalu mementingkan diri sendiri, terlalu menuruti hawa nafsu. Makane tidak sedikit tow, yang menikah karena terpaksa alias hamil dahulu?
Itu semua karena mereka sudah terkontaminasi pergaulan yang sudah gila ini. Batas antara laki-laki dan perempuan tidak jelas. Hal yang Mbah sayangkan selain cara bergaul pemuda-pemuda sekarang adalah cara berpakaian perempuan yang sudah tidak punya malu lagi. Ya walaupun tidak semua. Coba kamu lihat dijalan-jalan, mal-mal, bahkan ke tempat ibadah saja memakai pakaian ketat. Mbah tidak habis pikir pakaian yang harusnya dipakai di dalam sekarang dipakai di luar terus yang di dalam dipakai apa. “ bentuk keprihatinan Kakek pada anak-anak remaja sekarang.
Memang jaman sudah gila. Sudah bebas sebebas-bebasnya. Benar apa yang dikatakan Kakek. Sudah tidak jelas batas antara laki-laki dan perempuan. Akan jadi apa generasi muda sekarang? Mereka asyik masyuk dengan cara beragaul mereka yang kelewat batas. Jika generasi mudanya seperti ini akan seperti apa bangsa ini beberapa tahun ke depan? Akan bisa maju atau malah semakin mundur. Pejabat pemerintah sekarang saja sungguh memprihatinkan kredibilitasnya. Padahal mereka dari pemuda yang hidup pada era kesopanan. Naudhubillah.
“ Iya Kek, yang saya tak habis pikir itu begini. Perceraian kok dibanggakan. Artis-artis itu contohnya, mereka bercerai tapi malah digembor-gemborkan di media massa. Padahal itu kan aib yang harus ditutupi. Allah saja membeci perceraian. Tapi manusia yang lemah malah bangga. O ya Kek, trus penjelasan seuntai padi dan pisangnya apa?”
“ Emm, kalau itu Kakek kurang tahu. Kakek hanya mendapat penjelasan dari Mbah Buyut sebatas itu. Kemudian karena hal-hal seperti itu sudah turun temurun maka kami tidak berani menghilangkannya. “
Sebatas apa yang bisa aku tafsirkan dari makna seuntai padi dan pisang adalah lambang dari kemakmuran. Harapannya setelah bekal cengkir dan tebu dimiliki, bisa sebagai sarana untuk mencapai kemakmuran dalam keluarga dengan cara bekerja. Padi diidentikan dengan makanan pokok orang jawa jadi dalam keluarga setidaknya mampu mencukupi kebutuhan tersebut sebagai penopang hidupnya.


[1] Kamu kalau bener-bener ingin berjualan harus bermodal mental yang kuat, tidak setengah-setengah
[2] Teguhnya qolbu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar