Rabu, 02 Mei 2012

Cerpen 2nd


CITA-CINTA PEMULUNG
Oleh. Yayan Putra

Cinta adalah sebuah kata yang berjuta makna, bagi yang sedang kasmaran rasa ini senantiasa dirasakannya setiap saat. Namun bagi yang sedang patah hati kata ini sungguh menyiksanya. Begitu juga aku, ketika aku diputuskan oleh seseorang yang sungguh aku cintai. Namun  apa daya aku hanyalah anak seorang pemulung yang miskin. Tapi apakah aku salah jika mencintai seorang gadis yang lebih dariku. Aku bukan laki-laki matre, aku benar-benar tulus mencintai gadis itu.  Memang bagiku gadis itu adalah segala-galanya, dia cantik, manis, pintar, cerdas, dan juga kaya. Bukan kekayaannya yang membuatku jatuh cinta padanya, juga bukan karena cantiknya. Tapi aku menilai gadis itu lain dari gadis umumnya. Pokoknya bedalah! Dari situlah aku cinta padanya.
Suatu ketika aku memulung di daerah kampus UKSW dari sana aku dapat banyak hasil yang bisa aku jual sehingga hari ini aku bisa makan lebih enak dan lebih baik. Selasai memulung aku bergegas pulang agar aku bisa lebih cepat menjual hasilnya sehingga bisa cepat pula aku membeli makanan untuk ibuku yang sudah dua hari tidak makan. Karena terburu-buru aku menabrak seorang gadis. “maaf mbak” kataku padanya. “Maaf-maaf, kalau jalan pake mata donk, minta maaf memang mudah, lihat ni bajuku jadi kotor” gadis itu marah.
 “Sekali lagi maaf mbak tidak perlu marah-marah kaya gitu, entar cepet tua lho” bujukku.
 “Mau tua kek, mau ga kek bukan urusan kamu” jawab gadis itu masih marah.

Dia marah aku juga cuek aku sudah langganan dimarahi banyak orang jadi aku sudah kebal dengan hal seperti itu. Aku tinggal begitu saja gadis itu tanpa permisi.
“He..h mau ke mana kamu, maen nylonong aja tanpa pamitan. Sudah bersalah juga!” sergah gadis itu.
“Ya mau pulanglah emang mau ke mana, aku tadikan sudah minta maaf sama mbak.”
“Mbak…mbak kapan aku jadi kakakmu”
“la terus aku harus manggil siapa Mas? Kamukan perempuan”
 “Namaku Nayla”
“O… Nayla to? Bagus juga tapi kok galak ya? Namaku Riyan” jawabku.
 “Maaf mbak Nayla aku buru-buru ibuku sudah kelaparan” kataku padanya sambil pergi.
Satu minggu kemudian aku bertemu lagi dengan Nayla ketika datang ke bursa buku murah di GPD Salatiga. Aku tak sengaja menabraknya dan Ia marah lagi ke aku.
“Kamu lagi kamu lagi, emang ya dunia ini sempit? Di mana ja ada kamu. Ngapain pemulung sepertimu ada di sini?”
“Aku Cuma pengen lihat-lihat aja pameran buku ini siapa tahu ada yang mau ngasih gratis ma aku”
“Gratis? Eh asal kamu thu ja ya, buku di sini tu bukan buku murahan yang bisa diberikan gratis gitu aja. Buku di sini tu mahal-mahal. Hasil kamu mulung satu bulan saja belum tentu bisa dapat satu buku. Lagian untuk apa buku itu, paling entar juga kamu jual lagi, iya kan?
“ Saya tadikan bilang siapa tahu Mbak, kalo ga da yang ngasih juga ga apa-apa kok lagian buat apa buku mahal-mahal kalo hanya untuk bantal tidur. Walaupun saya bukan orang yang berpendidikan tinggi kaya Mbak, saya juga tahu buat apa buku dibeli. Saya sudah sering mambaca buku, buku apapun, walaupun saya ga mampu membelinya tapi saya mampu meminjamnya. Jelek-jelek gini saya ga pernah absent mengunjungi perpustakaan lho Mbak. Menurut buku yang saya baca, orang seperti Mbak Nayla itu bakalan mudah terserang penyakit. Terutama penyakit stress. Mbak Nayla tahukan kalo udah parah nanti bisa jadi gila?
Trus ngapain Mbak Nayla di sini, bukannya hari ada jam kuliah? Mbak Nayla bolos ya? Rugi Mbak bolos, rugi waktu rugi biaya. Kasihan ama orang tua Mbak yang sudah ngebiayai. Coba kalo ortu Mbak tahu ga bakalan dikirimi uang bulanannya lho”
“ Eh tahu apa kamu tentang kuliah? Sok nasehatin segala, emang kamu siapaku? Ortu bukan kakak juga bukan? Emang apa untungnya kamu nasehatin aku?”
“Walaupun hanya seorang pemulung saya tahu banyak tentang kuliah, system kuliah, bahkan cara mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi. Saya memang bukan siapa-siapa Mbak tapi saya juga ikut bertanggung jawab atas apa yang saya lihat dan alami. Saya tidak ingin banyak ortu yang kecewa karena anak-anaknya tidak serius kuliah. Mereka sudah kerja keras membanting tulang hanya untuk membiayai kuliah anaknya. Mereka berharap anaknya kelak menjadi orang yang sukses. Tidak seperti orang tuanya. Itulah doa orangtua mbak walaupun mbak tidak mendengarnya sendiri.”
“ Maaf ya Yan, aku udah mandang remeh kamu. Aku hanya menilai kamu dari casing-nya saja. Kamu dah makan belum? Temenin aku makan yuk sambil terusin ngobrol kita.”
Alhamdulillah belum tapi jujur saya ga punya uang untuk beli makan hari ini.”
“ Tenang aja entar aku yang bayarin.”
“ Terimakasih, tapi kita mau makan di mana?”
Akhirnya kami pergi ke sebuah tempat makan cepat saji di Salatiga. Hari ini aku libur tidak memulung karena pengen refressing. Setelah masuk kami pesan makanan masing-masing plus minuman. Semuanya langsung dibayar  Nayla. Kami lansung mnecari tempat duduk yang kosong. Sampai di tempat duduk kami lanjutkan cerita saat di pameran buku tadi.
“ Kenapa kamu ga memulung hari ini?” tanya Nayla mengawali percakapan.
“ Ga apa-apa Cuma pengen refressing aja, masak kerja terus tiap hari. Yang namanya computer ja butuh istirahat palagi manusia. Ngomong-ngomong kenapa kamu ga kuliah hari ini?”
“ Aku males ja, dosennya ga enak. Kalo ngejelasin bikin pusing kepala. Trus kalo ngasih tugas kebanyakan jadi bikin males ikut kuliahnya.”
“ Tapi kalo kamu gitu terus kamu ga bakalan lulus mata kuliah itu. Terus kamu pasti akan ngulang dan akan ketemu lagi dengan dosen itu lagi, iya kan?”
‘ Iya sih… tapi gimana lagi aku udah terlanjur ga suka ma dia.”
“ Kamu udah berapa kali absent mata kuliah itu?”
“ Baru dua kali”
“ Bagus itu, kamu masih punya kesempatan untuk lulus mata kuliah itu.”
“ Dari mana kamu tahu aku bisa lulus? Emang kamu kenal ama dosennya?! Ga kan? Terus dari mana kamu tahu aku bisa lulus? Kamu kan hanya seorang pemulung.”
“ Kalo kamu baru dua kali ga masuk kelas berarti kamu masih punya kesempatan untuk ikut ujian dan harus kamu manfaatkan peluang itu agar bisa lulus. Tinggal bagaimana tugas kamu sekarang.”
“ Kayaknya kamu tahu banyak tentang perkuliahan, apakah dari buku yang kamu baca ya?.
“ Bukannya aku sombong tapi Alhamdulillah, aku di beri kesempatan oleh Allah bisa kuliah jadi aku tahu banyak tentang kuliah. Alhamdulillah aku kuliah dengan beasiswa dari banyak tempat, termasuk dari dari lembaga tempatku belajar. Maaf jika aku ga bilang sebelumnya”
“ Apa..!!? kamu kuliah!!? Yang bener aja?” Nayla kaget tak menyangka kalo sebenarnya aku juga mahasiswa seperti dirinya.
“ Sekali lagi maaf, memang aku kuliah. Aku udah semester tiga di kampus STAIN. Aku ambil PGMI. Aku kira kamu juga baru semester tiga, ya kan? Kamu ambil apa?”
“ Aku ga sempat berfikir kalo kamu itu mahasiswa sepertiku. Aku hanya mengira kamu hanya seorang pemulung saja. Terus kenapa kamu  masih memulung? Apa kamu ga malu sama temen-temen kamu kalo ketahuan mulung? Maaf jika aku sudah meremehkanmu.”
“ Memulung memang kerjaan pokokku, dari situlah aku bisa makan. Dari situ pula aku bisa mendapat pengalaman mental yang tangguh seperti di hina orang, di remehkan, bahkan aku juga pernah di pukuli orang karena di sangka maling. Aku ga malu jika seandainya temenku pada tahu siapa aku sebenarnya. Selama ini memang belum banyak yang tahu siapa aku sebenarnya, mereka hanya tahu aku adalah anak miskin yang beruntung bisa kuliah. “
Percakapan kami berlansung sangat lama, hingga akhirnya kami saling mengenal. Mulai saat itulah kami sering bertemu untuk membicarakan masalah kuliah, curhat, dan hanya ngobrol biasa. Dari situ timbul suatu perasaan yang kata orang bernama cinta. Aku sendiri ga tahu apa itu cinta karena baru kali ini aku merasakannya. Apakah cinta itu berwarna biru seperti yang kebanyakan orang bilang. Atau pink-kah, kata orang pula pink itu identik dengan warna cinta. Tapi buatku apapun artinya cinta, cinta adalah cinta dan apapun warnanya bagiku ga masalah yang penting aku suka.
Sekarang memang ga jaman lagi wanita punya malu.-bukan berarti mereka ngubar aurat atau malu-maluin. Nayla berani secara terang-terngan bilang kalau dia suka denganku.
“ Tak banyak pria sepertimu di dunia ini. Engkau adalah pria seribu satu, dari seribu pria hanya satu yang sepertimu. Dari kelembutan hatimu, jujur katamu, tulusnya kasih sayangmu, dan anything semua tentang kamu aku ingin kamu jadi pangeran di hatiku. Aku ingin kamu menjadi pacarku.” Ungkapnya dengan penuh percaya diri.
Apakah dunia ini  sudah mau kiamat? Harusnya aku yang bilang seperti itu padanya, tapi sekarang …? memang jaman sudah edan kata kaum perempuan ini adalah jaman emansipasi wanita. Aku berfikir panjang, sudah gilakah gadis ini? Yang lebih baguskan banyak, kenapa pilih aku?
Aku tidak bisa menjawab saat itu juga dan Nayla pun tahu maka ia juga memberi kesempatan dua hari untukku. Dua hari kemudia kita ketemu di tempat biasa, sekarang kami punya tempat biasa ketemu yaitu di Pancasila, di sanalah kami bertemu. Setelah ketemu tanpa basa-basi aku pun langsung bilang padanya.
“ Nay, apa kamu ga salah milih aku untuk jadi pacar kamu? Yang lebih baik dari aku kan banyak. Lebih ganteng, lebih kaya, lebih cerdas, lebih beruntung, dan lebih-lebih yang lain. Aku takut kelak kamu menyesal setelah tahu aku yang aslinya. Kita baru beberapa hari kenal dan kamu berani bilang kalau kamu mau jadi pacarku. Perlu kamu tahu aku hanya lelaki biasa yang punya banyak kekurangan. Kamu hanya melihat topengku saja tanpa kamu tahu siapa aku sebenarnya. Topeng biasanya menipu jangan-jangan kamu ketipu dengan luarnya saja. Kamu ketipu baikku, ramahku, sopanku, pinterku, aku tak seperti itu aku tak lebih dari seorang pemulung yang beruntung dapat beasiswa sehingga bisa kuliah. Tanpa keberuntungan itu aku bukan siapa-siapa.” Jelasku sebelum aku menjawab aku mau atau tidak untuk jadi pacarnya.
“ Yan, aku akan terima kamu apa adanya baik kekurangan kamu, Insyaallah aku tidak akan menyesal memilih kamu jadi pacarku.” jawabnya meyakinkanku.
“ Kamu yakin?” tanyaku lagi.
“ Yakin!!”
“OK kalau kamu yakin, aku mau.”
Namun setelah kita berjalan lima bulan apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi. Nayla menyesal dulu memintaku untuk jadi pacarnya. Hal ini berawal saat dia kenal dengan lelaki yang lebih kaya dan lebih cakep dariku. Dia mulai suka dengan lelaki itu. Hingga suatu saat dia memutus secara sepihak hubungan kita.
“Aku menyesal kenapa dulu aku ketemu dan kenal sama kamu. Ternyata kamu hanya cowok biasa yang miskin dan bisanya hanya menyusahkan saja. Mulai detik ini kita putus!!!.”
Aku sudah mengira hal ini akan terjadi maka aku sudah siap menerimanya. Sejak saat itu aku berkomitmen untuk tidak pacaran sampai aku lulus kuliah. Hari-hari ku jalani dengan rutinitas yang biasa. Bangun pagi, memulung, kuliah, organisasi, belajar. Seperti itulah hari-hariku. Dari rutinintas itu aku punya semangat untuk berubah lebih baik. Aku memang pemulung miskin. Tapi aku tidak akan selamanya seperti ini. Aku bisa berubah!. Aku bertekad selesai kuliah dalam tujuh semester.
Proses demi proses ku lalui, tahap demi tahap ku lewati, ujian demi ujian ku hadapi. Hingga akhirnya aku lulus sesuai dengan targetku yakni tujuh semester. Aku lulus dengan predikat Cumlaude. Dengan predikat itu aku mendaftar beasiswa kuliah S2 di luar negeri. Setelah menjalani beberapa ujian. Aku lulus dan mendapat beasiswa S2 di UKM Malaysia.
Seperti yang kucita-citakan akhirnya aku bisa study S2 di luar negeri, meskipun hanya di Malaysia. Ku ambil jurusan Magister Manajemen Pedidikan untuk study lanjutku. Semua biaya kuliah ditanggung lembaga pemberi beasiswa termasuk biaya hidupku selama di sana.
Sejak hari pertama menginjakkan kaki di Malaysia sudah kupersiapkan rencana-rencana salama hidup di sana. Mulai dari hal terkecil sampai terbesar. Kumulai dengan mengenal dan mengusai tempat aku berada. Mulai dari tempat aku tinngal, jalan, fasilitas-fasilitas umum, dan yang tak ketinggalan adalah kampus tempatku belajar.
Kutargetkan aku lulus kuliah selama dua tahun. Sekalipun meleset tak boleh lebih dari dua setengah tahun. Aku ingin segera mengabdikan diriku untuk negaraku. INDONESIA. Walaupun aku tak seberuntung orang-orang kaya, aku ingin menjadi dosen muda dan pengamat pendidikan.
Hari-hari kujalani dengan kuliah dan organisasi kemahasiswaan Indonesia di Malaysia. Selain itu ku isi hari-hariku dengan menulis. Tulisan itu ku kirimkan ke media surat kabar di Indonesia. Itung-itung mengisi waktu luang yang menghasilkan pemasukan. Dari peamasukan itu bisa ku persiapkan tabungan setelah aku lulus study S2 kelak di Indonesia. Aku juga menulis beberapa novel yang menyoroti tentang system pendidikan di Indonesia dan system pendidikan yang ku cita-citakan bisa diterapkan di Indonesia kelak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar